Personal Experience : Meet and Greet Mr.President

Siapa yang tidak mengetahui mengenai kunjungan orang nomor 1 di Amerika Serikat beberapa waktu yang lalu ke Indonesia. Ya, merupakan suatu kunjungan yang memorable dan mungkin akan menjadi suatu titik terang bagi hubungan antara Indonesia dan Amerika Serikat.

Pengalaman bertemu Obama ini saya dapatkan, ketika di suatu pagi saya dengan tidak sengaja mengikuti kuis yang diadakan oleh US Embassy Jakarta. Dan memang sebuah kebetulan dan keberuntungan untuk bisa memenangkan kuis tersebut yang berhadiah tiket untuk menghadiri acara Public Speech Presiden Obama di Kampus Universitas Indonesia.

Dimulai dengan berkumpul di Parkir Timur Senayan pada pukul 5 pagi untuk bersama-sama dengan rombongan lainnya berangkat menuju UI dengan sebuah bus besar berkapasitas sekitar 50 orang. Dan rombongan bus dari US Embassy ini ada sekitar 28 bus yang di dalamnya berisi perwakilan dari berbagai pihak, seperti peserta SUSI 2011, alumni SD Menteng, dan rekan-rekan analis dan simpatisan lainnya yang mendapat undangan resmi dari US Embassy.

Sesampainya di UI, tepat pada pukul 07.30am, keberuntungan kembali menemui saya di sana, karena saya berada dalam bus bernomor 2, maka saya dan rekan lainnya di dalam bus itu sampai di UI sebagai gelombang pertama. Dan ya, kursi-kursi masih kosong dan hanya ada sekumpulan US Secret Services di dalamnya. Kami pun mengisi urutan bangku paling depan, hanya berjarak sekitar 10m dari podium yang akan digunakan Obama untuk menyampaikan pidato bersejarahnya.

Menunggu selama sekitar 2 jam, saya isi dengan foto-foto, and yes another my luck, banyak tokoh-tokoh penting dan high-profile peoples yang hadir di sana, persis berada di tempat duduk 4 baris di belakang saya. Dengan menggunakan kamera Sony Alpha Nex-3 yang saya bawa, tentu saja saya tidak melewatkan kesempatan tersebut. Tokoh-tokoh yang hadir diantaranya adalah : Bara Hasibuan, Wimar Witoelar, B.J.Habibie, Hassan Wirajuda, Marty Natalegawa, O.C.Kaligis, Dino Pati Djalal, Desi Anwar, Din Syamsudin, dan lain sebagainya.

Setelah 2 jam menunggu, akhirnya sorak-sorai bergemuruh di dalam Balairung Universitas Indonesia. Ya, Mr.President telah datang dan langsung menyapa kami semua yang ada di sana. “Selamat pagi, thank you. Hallo Indonesia !” dan ia pun menyampaikan pidatonya kepada sekitar 8000 orang yang hadir di sana.

Beberapa point yang saya tangkap dari isi pidato Obama adalah :

1. AS memandang Indonesia sebagai salah satu negara demokrasi terbesar di dunia, dengan berpenduduk 238 juta jiwa dan mayoritas beragama Muslim, suatu fenomena menarik bagi AS dimana Islam mampu berkembang dan tumbuh berdampingan dalam tatanan politik demokrasi.

2. Indonesia sebagai contoh bagi dunia, memandang kemajemukan Bhineka Tunggal Ika, sama seperti AS yang terdiri atas berbagai suku, agama dan ras. Toleransi merupakan nilai terpenting dalam membangun sebuah negara majemuk.

3. Indonesia sebagai negara berpenduduk Muslim terbesar di dunia, mampu membawa sistem politik demokrasi ke dalam level advance dimana hal ini tidak dimiliki negara lainnya. Hal ini tentu saja menjadikan Indonesia sebagai mitra AS yang baik dalam upayanya menjalin hubungan baik dengan Dunia Muslim.

Lalu saya pun memandang beberapa poin penting dalam kunjungan Presiden AS kali ini ke Indonesia :

– Pertama adalah bahwa Indonesia merupakan aktor kunci dalam ASEAN, dimana ASEAN merupakan salah satu mitra dagang terbesar AS di kawasan Asia-Pasifik. AS dan ASEAN telah memiliki hubungan baik dalam isu ekonomi, politik maupun strategis, sehingga sebagai aktor kunci, Indonesia diharapkan mampu mempengaruhi politik di dalam ASEAN.

– Kedua adalah Indonesia sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim dan demokrasi, dianggap sebagai aktor penting dalam upaya AS dalam Global War on Terrorism di kawasan Asia-Pasifik. Mengingat bahwa saat ini telah dibukanya kembali kemitraan dan kerjasama pelatihan kepada Kopassus dan Kepolisian RI, maka diharapkan Indonesia mampu berperan lebih aktif dalam menangani isu terorisme domestik dan regional. Lalu juga hal ini tentu saja akan menambah citra positif bagi AS dalam upayanya membangun hubungan baik dengan Dunia Muslim yang mampu direpresentasikan melalui Indonesia.

– Ketiga adalah AS menganggap perlu nya upaya mempertahankan dan meningkatkan pengaruh AS di kawasan Asia Tenggara. Hal ini tentunya berkaitan dengan semakin tingginya pengaruh aktor kuat lainnya seperti China di kawasan Asia Tenggara. Sejak dibukanya ACFTA, volume perdagangan antara China dan ASEAN meningkat, hal ini tentu saja bisa dianggap sebagai ancaman bagi kerjasama perdagangan Amerika Serikat dan ASEAN.

* poin-poin ini juga saya sampaikan dalam sebuah interview seusai acara dengan salah satu wartawan dari USINDO.org yang pada saat itu juga diundang hadir ke dalam acara.

Selain itu, adapula isu beredar mengenai rencana pemberian hibah AS kepada Indonesia berupa 24 pesawat tempur F-16. Namun hal ini masih dalam tahap perundingan.

Lalu juga apa yang didapatkan oleh Indonesia dari kunjungan Obama ini ? AS memberi bantuan dana kepada Indonesia senilai sekitar 700 juta US$, berbeda jauh dengan besaran nilai investasi tambahan AS kepada India, negara yang sebelumnya dikunjungi, sebesar 10 Milyar US$.

Memang ada beberapa pandangan mengenai posisi Indonesia bagi AS. Ada yang berpendapat bahwa Indonesia bukan lah aktor penting bagi politik global AS, ada juga yang berkata sebaliknya.

Namun apapun yang terjadi, kita tetap optimis, bahwa Indonesia kelak akan menjadi aktor yang dapat diperhitungkan. Memiliki hubungan baik dengan pihak manapun dan tetap berpegang teguh pada prinsip Politik Bebas-Aktif. Karena bangsa ini adalah bangsa yang mandiri, mampu menentukan arah hidupnya tanpa dipengaruhi oleh pihak lain.

Salam, Eduardus (Eduard).

*berikut adalah beberapa foto yang saya ambil pada saat acara berlangsung.

Working Paper : Amerika Serikat dan Asia Tenggara

Gambaran Umum Kepentingan Amerika Serikat di Kawasan Asia Tenggara.

*Tabel Kategorisasi Kepentingan Nasional Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara

Perkembangan dunia hubungan internasional yang dinamis secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi arah kebijakan luar negeri Amerika Serikat. Dari beberapa aspek, kawasan Asia Tenggara mungkin tidak memiliki signifikansi nilai dan potensi strategis bila dibandingkan dengan kawasan Asia Timur yang sejak era post-Perang Dunia ke-2 selalu menjadi pusat perhatian geo-ekonomi geo-politik maupun geo-strategi Amerika Serikat.

Kita ketahui bahwa sejak menyerahnya Jepang pada akhir Perang Dunia ke-2, Amerika Serikat seolah-olah mengambil kontrol atas Jepang dalam hubungan internasionalnya baik di kawasan maupun dalam hubungan global. Tetapi apa yang terjadi pada Cina tentu saja tidak dapat dipungkiri menjadi ancaman tidak langsung mengenai pengaruh dan eksistensi Amerika Serikat terhadap kawasan Asia Pasifik dan Asia Tenggara secara khusus.

Besarnya pengaruh Cina terhadap kawasan Asia Tenggara bisa kita amati dari tingkat kerja sama perdagangan dan investasi yang mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan. Perdagangan Cina di wilayah Asia Tenggara telah naik hampir 20 kali lipat sejak tahun 1993 menjadi sekitar US$ 179 Miliar pada akhir tahun 2008.

Khusus perdagangan ASEAN naik dari 2 persen menjadi 10,5 persen dalam prosentase perdagangan tersebut.[1]

Sedangkan jika kita bandingkan perdagangan Amerika Serikat dengan kawasan Asia Tenggara ini telah turun 5 persen menjadi 12 persen dari 17 persen di periode sebelumnya, meskipun masih dengan nilai yang lebih besar dari Cina, sekitar US$ 201 Miliar.[2]

Hubungan antara Amerika Serikat dan ASEAN telah terjalin sejak tahun 1977 terhitung sejak Pertemuan dialog ASEAN-AS yang pertama di Manila. Hubungan Amerika Serikat dan ASEAN ini telah memperkokoh kemitraan yang erat dan konstruktif dalam menangani berbagai permasalahan di kawasan Asia Tenggara.

Amerika Serikat dan ASEAN juga memiliki hubungan ekonomi yang sangat kuat. Pada akhir tahun 2006 saja perdagangan antara kedua belah pihak berhasil mencatat nilai sebesar US$ 168 Milyar.[3]

Dirjen Kerjasama ASEAN Deplu RI Dian Triansyah Djani dalam memberikan sambutan pada acara seminar perayaan 30 tahun hubungan ASEAN dan Amerika mengungkapkan bahwa ASEAN merupakan mitra dagang empat terbesar Amerika Serikat. Hingga kini, perusahaan-perusahaan Amerika telah melakukan investasi senilai 90 milyar dollar di negara-negara ASEAN. Tahun 2006 yang lalu presiden Bush dan para pemimpim ASEAN telah menetapkan delapan bidang prioritas rencana aksi terutama dalam kerjasama ekonomi, kesehatan, bea siswa, teknologi informasi dan komunikasi, transportasi, energi, penanganan bencana serta pengelolaan lingkungan hidup.[4]

Dalam dokumen resmi Departemen Luar Negeri Amerika Serikat pula diesbutkan bagaimana komitmen baru Amerika Serikat dalam upayanya memperbaiki hubungan baik dengan negara-negara ASEAN. Melalui Menteri Luar Negerinya yang baru, Hillary Rodham Clinton, yang beberapa waktu lalu melakukan kunjungan diplomatik ke wilayah Asia, ia mengatakan bahwa pemerintahan Presiden Obama saat ini akan mulai memperhatikan kepentingan-kepentingan ASEAN begitu juga sebaliknya.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sekretaris Jenderal ASEAN, saya dan juga Presiden Obama, telah berkali-kali menyatakan tentang pentingnya mendengarkan. Kami mengirim pesan tersebut kepada teman dan mitra di seluruh dunia. Dan kami telah mendengarkan teman-teman kami di ASEAN. Mereka menyatakan keprihatinan mereka bahwa Amerika Serikat belum sepenuhnya melibatkan diri dalam kawasan tersebut di saat kami semestinya memperluas kemitraan kami guna menghadapi berbagai tantangan yang menghadang kami, mulai dari keamanan regional dan global, hingga krisis ekonomi, perubahan iklim dan hak asasi manusia.

Bagian dari menjadi pendengar yang baik dan mitra yang baik adalah melakukan tindakan dari apa yang Anda dengar. Maka pada hari ini, saya dengan bangga mengumumkan bahwa Pemerintahan Presiden Obama akan meluncurkan secara resmi proses antarlembaga untuk kesepakatan Pakta Persahabatan dan Kerjasama di Asia Tenggara. Ini adalah pertama kalinya bagi Amerika mengambil langkah seperti ini. Kami akan menjalankan proses ini untuk menyampaikan keprihatinan kami, dan kemudian bekerja dengan negara-negara ASEAN untuk mengatasi keprihatinan-keprihatinan tersebut sehingga kita bisa mencapai tujuan kesepakatan tersebut.[5]

Pemerintahan Obama kini mulai menyadari betapa pentingnya dan potensialnya kawasan ASEAN saat ini dan di masa yang akan datang, sehingga perhatian Amerika Serikat sekarang mulai terpusat pada kawasan ini. Dengan memperhatikan perkembangan dunia hubungan internasional saat ini, maka gaya diplomasi Amerika Serikat saat ini juga lebih bersifat fleksibel dan mulai memperbanyak opsi serta menjalin kerja sama multilateral dalam upayanya mencapai setiap kepentingan antar kedua pihak.

Kami mengambil langkah ini karena kami percaya bahwa Amerika Serikat harus mempunyai hubungan yang kuat dan kehadiran yang kuat dan produktif di Asia Tenggara. Kawasan ini sangat penting di masa depan, bukan saja bagi Amerika Serikat dan setiap negara anggota, tetapijuga bagi kepentingan bersama dunia: ekonomi regional yang signifikan dan berorientasi dagang; lokasi yang sangat strategis; dan himpunan negara yang merupakan kunci bagi solusi yang kami cari untuk perubahan iklim, kontraterorisme, kesehatan global, dan masih banyak lagi. Oleh sebab itu, kemitraan Amerika-ASEAN merupakan bagian penting dari pendekatan kami untuk pembangunan dan diplomasi yang kami sebut “smart power.”

Seiring dengan langkah kita pada jalurnya, saya berharap untuk terlibat dengan ASEAN dengan cara-cara lain. Saya katakan kepada Sekretaris Jenderal Surin bahwa saya berencana ikut serta dalam pertemuan ASEAN Post-Ministerial dan Forum Regional ASEAN di Bangkok pada bulan Juli. Dan Amerika Serikat akan terus mendukung bantuan teknis dan fasilitas pelatihan di Sekretariat ini. Bapak Sekretaris Jenderal, harap diketahui bahwa Anda mempunyai mitra dan sekutu kuat di Amerika Serikat, dan bahwa saya sangat berharap untuk bekerja dengan Anda di masa yang akan datang.[6]

Kepentingan Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara terdiri dari berbagai macam segi, baik kepentingan ekonomi, politik, maupun strategis. Maka, penulis akan mencoba untuk mengkategorikan berbagai kepentingan tersebut, yaitu :

A. Kepentingan GeoEkonomi Amerika Serikat di Kawasan Asia Tenggara.

1. Asia Tenggara Sebagai Partner Ekspor Impor Amerika Serikat.

Asia Tenggara merupakan partner perdangangan kelima terbesar bagi Amerika Serikat. Meskipun Asia Tenggara mengalami krisis perekonomian pada tahun 1997-1998, tetapi Amerika Serikat melihat Asia Tenggara masih dapat terus bertahan dan menyelesaikan krisis tersebut. Sehingga Asia Tenggara diyakini sebagai kawasan yang memiliki prospek jangka panjang bagi kepentingan ekonomi Amerika Serikat ke depan.

Sekitar tahun 1993-1997, Asia Tenggara merupakan tujuan ekspor Amerika Serikat yang cukup penting setelah Cina dan Jepang di kawasan Asia Timur. Namun ekspor Amerika Serikat ke Asia Tenggara turun sekitar 20% pada saat kawasan ini mengalami krisis finansial, akan tetapi nilai perdagangan kembali diperhitungkan ketika Asia Tenggara mulai bangkit dari krisis. Asia Tenggara juga sebagai kawasan tujuan investasi langsung Amerika Serikat (Foreign Direct Investment), bahkan melebihi Jepang dan Brazil pada tahun 1997.

Pada pertengahan tahun 2002, ekspor Amerika Serikat ke ASEAN turun sebanyak 7% dibandingkan pada tahun 2001. Diantara negara-negara ASEAN, hanya Laos, Malaysia dan Vietnam yang menigkatkan pembelian produk Amerika Serikat di tahun 2002. Sementara Malaysia memperlihatkan peningkatan ekspor dari Amerika Serikat sebesar 12%, negara-negara ASEAN lainnya justru mengalami kemunduran. Singapura berkurang 7%, Indonesia  berkurang 9%, Filipina berkurang 11% dan Thailand berkurang sebesar 29% dibanding satu tahun sebelumnya.

Kegiatan ekspor-impor Amerika Serikat dengan negara-negara ASEAN memang mengalami penurunan volumenya antara tahun 1997-1999 akibat krisis yang dialami kawasan Asia Tenggara. Namun perlahan-lahan menunjukkan peningkatan kembali antara tahun 2000-2001. Tetapi peristiwa 11 September 2001 kembali mengganggu stabilitas roda perekonomian dunia, sehingga kerjasama perdagangan kembali mengalami penurunan di tahun 2002.[7]

2. Pasar Produk dan Industri Jasa

Jumlah penduduk Asia Tenggara yang sifgifikan merupakan salah satu faktor yang mendukung kawasan ini potensial untuk pemasaran produk-produk indutri AS, termasuk industri jasa Amerika Serikat. Tingkat pertumbuhan perekonomian Asia Tenggara secara umum masih rendah, sehingga kemampuan dalam membangun industri tergolong lemah. Hal ini sangat menguntungkan negara industri seperti Amerika Serikat untuk melakukan penetrasi pasar di Asia Tenggara. Dimulainya free trade area juga memberikan kemudahan bagi Amerika Serikat dalam hal ini.

Setelah Jepang, perusahaan-perusahaan Amerika Serikat termasuk urutan kedua terbesar yang berinvestasi di kawasan Asia Tenggara. Sebagian besar kekayaan AS bergantung pada perusahaan-perusahaan multinasional yang juga memiliki kepentingan signifikan di Asia Tenggara.

Perusahaan-perusahaan AS menyebar luas di kawasan Asia Tenggara, meliputi industri manufaktur seperti Ford, General Motors, Honeywell, Intel. Departement strores seperti  K-mart, JC Penney, Federal Departement Strores. Industri energi seperti Exxon Mobil, Unocal, Freeport, Newmont Minning, Eron. Industri jasa seperti UPS, FedEx, American International Groups, Citigroup, Grup Hotel, dan lain sebagainya.

Asia Tenggara juga merupakan supplier utama elektronik dan semikonduktor chip untuk perusahaan-perusahaan telekomunikasi Amerika Serikat seperti Motorola.[8]

3. Investasi Asing

Asia Tenggara juga merupakan tempat utama investasi luar negeri Amerika Serikat. Hal ini dapat diukur dari nilai investasi Amerika Serikat ke negara-negara ASEAN yang sangat besar dibandingkan dengan negara-negara investor lainnya. Beragamnya sektor investasi di ASEAN yang tersedia meningkatkan signifikansi ekonomis kawasan ini bagi Amerika Serikat.

Kerjasama-kerjasama ekonomi dengan Amerika Serikat terus mengalami peningkatan. Meskipun dalam perkembangannya investasi asing di kawasan ini secara umum agak tertinggal dibandingkan dengan kawasan Asia Timur. Akan tetapi dalam beberapa sektor, baik secara ekonomi, politik dan strategis Asia Tenggara tetap merupakan kawasan yang potensial bagi Amerika Serikat.

Asia Tenggara merupakan pasar yang potensial bagi produk dan industri jasa, dan sebagai kawasan utama dari sumber-sumber daya alam yang penting, termasuk minyak dan gas alam.

Salah satu sektor investasi penting lainnya di Asia Tenggara adalah sumber daya alam. Negara-negara ASEAN secara kolektif merupakan kawasan dengan sumber energi, dan kekayaan alam dunia yang besar, seperti timah, tembaga, emas, dan sumber-sumber yang dapat diperbaharaui seperti karet, kopi, serta kayu-kayuan. Hasil bumi seperti minyak dan gas juga terhitung dalam jumlah yang tidak sedikit. Di Indonesia misalnya, investasi AS tidak kurang dari US$ 20 Milyar untuk tambang emas di Papua. Sedangkan industri minyak di Aceh dilakukan oleh perusahaan multinasional Exxon Mobil.

Bagaimanapun negara-negara Asia Tenggara menggantungkan pertumbuhan ekonomi salah satunya pada investasi asing. Sehingga kesejahteraan ekonomi, sosial, peningkatan pendidikan serta program pengurangan kemiskinan, juga tergantung pada investasi asing yang dilakukan negara maju seperti Amerika Serikat.[9]

B. Kepentingan GeoStrategis Amerika Serikat di Kawasan Asia Tenggara Berdasarkan Jalur Laut (Sea-Lanes) Asia Tenggara yang Strategis.

Posisi Asia Tenggara secara strategis terbentang di persimpangan dua jalur laut terbesar di dunia. Yang pertama adalah jalur Timur-Barat, yaitu jalur yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Samudera Pasifik. Kedua adalah jalur Utara-Selatan, yang menghubungkan kawasan Asia Timur dengan Australia dan New Zealand serta pulau disekitarnya. Tiga, yaitu sebagai “pintu masuk” kawasan Asia Tenggara : Selat Malaka, Selat Sunda dan Selat Lombok merupakan titik penting dalam jalur sistem perdagangan internasional.

Selain itu, menjadi sama pentingnya juga karena perselisihan politik dan ekonomi mengenai jalur laut yang melintasi kepulauan Spartly di Laut Cina Selatan yang kaya akan sumber daya gas alamnya. Selat Malaka sendiri merupakan selat yang menghubungkan Samudera Hindia dengan Samudera Pasifik, sekaligus sebagai jalur terpendek yang terletak diantara India, Cina dan Indonesia. Oleh karenanya selat ini dianggap sebagai “checkpoints” kawasan Asia.

Secara garis besar ada dua kepentingan Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara berkaitan dengan letaknya yang strategis, yaitu :

a. Asia Tenggara membuka garis laut, karena sebagian besar perdagangan dunia melewati Selat Malaka.

b. Asia Tenggara penting sebagai pos untuk pergerakan kehadiran militer AS di Pasifik Barat dan Samudera Hindia.

Asia Tenggara secara geopolitik sangat krusial tidak hanya untuk kepentingan nasional Amerika Serikat, tetapi juga secara global. Jalur laut yang melintasi kawasan Asia Tenggara mempunyai fungsi yang vital bagi ekonomi Jepang dan Republik Korea, Cina dan termasuk juga Amerika Serikat itu sendiri.

Selat Malaka, yang melintasi Singapura, Indonesia dan Malaysia merupakan salah satu jalur perdagangan laut tersibuk di dunia. Lebih dari 50.000 kapal per tahunnya transit di selat Malaka, padahal secara lebar, selat ini hanya memiliki lebar 1,5 mil dengan kedalaman 19,8 meter. Atase komunikasi Indonesia Yuri Gunadi memperkirakan setiap hari sekitar 10.000 kapal laut masuk ke Singapura yang melintasi selat Malaka, diantaranya 4.000 kapal dagang dari Indonesia. Kapal-kapal yang melintasi selat Malaka ini merupakan 1/3 bagian dari perdagangan dunia. Berdasarkan catatan Energy Information Administration (EIA), minyak bumi yang dibawa kapal-kapal tanker melalui Selat Malaka mencapai 11 juta barel per hari.

Letak Asia Tenggara yang sangat strategis berdasarkan jalur ini, tentu saja menempatkan Asia Tenggara sebagai kawasan yang sangat penting baik ekonomi maupun keamanan. Oleh karena itu, Amerika Serikat memiliki kepentingan-kepentingan untuk akses bebas dan terbuka di jalur Asia Tenggara, baik untuk kepentingan ekonomi (prosperity) maupun militer (national security).[10]

C. Kepentingan GeoPolitik Amerika Serikat di Kawasan Asia Tenggara.

Jumlah penduduk yang besar, kondisi sosial budaya yang beragam, sistem pemerintahan yang cenderung lemah, serta krisis ekonomi yang masih belum pulih, adalah gambaran kondisi aktual yang dialami sebagian besar negara Asia Tenggara, secara tidak langsung hal ini mempengaruhi kepentingan-kepentingan Amerika Serikat terhadap kawasan ini.

Terdapat beberapa kepentingan AS secara politik di kawasan ini. Terutama terhadap Indonesia, sebagai negara keempat terbesar di dunia, dengan komunitas muslim yang terbesar di seluruh dunia, negara eksportir minyak dan gas terbesar di kawasannya, serta satu-satunya negara Asia Tenggara yang menjadi anggota Organiziation of Petroleum Exploring Countries (OPEC) dan merupakan titik tumpu ASEAN.

Sebagai negara eksportir minyak dan gas terbesar di Asia Tenggara, Amerika Serikat harus memiliki hubungan yang baik dan stabil dengan Indonesia. Bagaimanapun juga kebutuhan energi Amerika Serikat yang sangat besar dan Indonesia adalah salah satu sumber pemenuhan kebutuhan tersebut. Sementara sebagai satu-satunya anggota OPEC di Asia Tenggara, Indonesia tentu saja memilki peran dalam mengontrol harga minyak global.

Setidaknya Indonesia ikut serta dalam pembuatan kebijakan yang berkenaan dengan harga minyak global. Oleh karena itu tidak ada alasan bagi Amerika Serikat untuk tidak memperhitungkan Indonesia dalam hal ini.

Selanjutnya berkaitan dengan penduduk muslim terbesar, Indonesia menjadi pemain kunci dalam keterikatan Amerika Serikat terhadap dunia Islam, terlebih dengan upaya Presiden Obama dalam hal rekonstruksi hubungan dengan dunia muslim.

Ketika Amerika Serikat memiliki kepentingan untuk meyakinkan dunia bahwa ”war against terrorism” bukan sebuah perlawanan terhadap Islam, maka dukungan negara yang mayoritas berpenduduk muslim moderat seperti Indonesia menjadi sangatlah penting.[11]

D. Peran Asia Tenggara dalam Strategi Amerika Serikat terhadap Kekuatan Baru Cina.

Kebangkitan pengaruh Cina di Asia Tenggara terus menguat baik secara ekonomi, politik, maupun militer. Setelah Perang Dingin berakhir, kekuatan serta pengaruh Amerika Serikat terus berkurang dan sebaliknya Cina justru semakin memperlihatkan pengaruhnya di Asia Tenggara.

Cina memberikan tantangan yang signifikan secara ekonomi, militer dan politik tidak hanya bagi Asia Tenggara, tetapi secara tidak langsung hal ini merupakan ancaman bagi eksistensi dan pengaruh Amerika Serikat di kawasan Asia Tenggara.

Yang terdekat adalah tantangan ekonomi yang dihadapi ASEAN, dimana tingginya tingkat pertumbuhan ekonomi Cina membuat Cina terdorong untuk melakukan investasi di negara-negara berkembang seperti kawasan ASEAN. Hal ini tentu saja menjadi persaingan, dimana AS juga merupakan partner penting perdagangan dan investasi ASEAN.

Kebangkitan Cina sebagai sebuah kekuatan regional selama 10 hingga 15 tahun kedepan tentu saja dapat meningkatkan intensitas kompetisi antara Amerika Serikat dan Cina.

Masa depan keamanan kawasan Asia Tenggara akan terbentuk oleh beberapa faktor politik dan ekonomi yang saling mempengaruhi. Faktor-faktor utamanya antara lain :

1. Evolusi ekonomi Asia Tenggara.

2. Pembangunan ekonomi dan politik Cina serta interaksinya dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara.

3. Perlawanan dan mempertahankan keutuhan negara seperti masalah integrasi regional.

4. Kerjasama dengan aktor-aktor eksternal, terutama Amerika Serikat, Jepang, dan Australia untuk mempengaruhi kawasan.

Sedangkan tantangan lebih besar yang datang dari Cina adalah munculnya Cina sebagai aktor politik-militer. Dari tahun ke tahun, Cina terus memoderenisasi militernya dan merubah fokusnya ke kawasan Selatan, dimana secara khusus Cina sangat meningkatkan kekuatan Angkatan Lautnya, yang pada akhirnya dalam rangka fokus di Laut Cina Selatan: wilayah yang di klaim Cina sebagai teritorinya.

Bagi Amerika Serikat, diplomasi ekonomi-politik Cina telah meningkat menjadi sangat tidak terlihat dan cerdik. Disaat Cina mempertahankan klaimnya atas pulau Spartly dan Paracel yang melingkar di Laut Cina Selatan, dan menolak panggilan untuk pembicaraan multilateral mengenai konflik Spartly, Cina justru melakukan negosiasi bilateral satu per satu ke masing-masing negara yang terlibat konflik tersebut.

Adanya persaingan eksistensi antara Amerika Serikat dan Cina di kawasan ini, secara tidak langsung membawa Asia Tenggara kedalam politik strategi Amerika Serikat dalam menghadapi Cina.

Jika dikategorikan, ada dua ancaman militer Cina terhadap Asia Tenggara yang secara tidak langsung memberikan keuntungan bagi Amerika Serikat dalam strateginya terhadap Cina.

Dua ancaman tersebut adalah :

1. Hegemoni Cina yang agresif di Asia Tenggara mengancam kebebasan pelayaran di Laut Cina Selatan, sehingga membuat Amerika Serikat, Jepang, bahkan negara-negara Asia Tenggara masuk dalam politik Cina tersebut.

Dengan demikian AS dapat memanfaatkan kondisi tersebut dengan mencari dukungan dari negara-negara ASEAN untuk menjaga keamanan jalur laut atau justru sebaliknya, ada kemungkinan negara-negara ASEAN sendiri yang akan meminta bantuan Angkatan Laut Amerika Serikat.

Jika demikian maka Amerika Serikat dapat membawa serta Angkatan Udaranya dengan dalih untuk melindungi pasukan Angkatan Laut-nya, serta mengamankan fasilitas teritorial ASEAN dari serangan militer Cina.

2. Cina dapat saja mencoba membangun dan mempertahankan kontrol fisik atas hampir keseluruhan kepulauan Spartly, yang di klaim sebagai wilayahnya.

Ketidakpastian di perairan Laut Cina Selatan ini tentu saja menciptakan ketegangan keamanan. Dalam kondisi tertekan seperti ini akan mendorong negara-negara ASEAN untuk mencari dukungan dari kekuatan yang dapat mengimbangi Cina. Sehingga sangat mungkin bagi ASEAN untuk meminta kehadiran militer Amerika Serikat di kawasan ini.

Pada akhirnya, kepentingan-kepentingan Amerika Serikat di Asia Tenggara akan terus meningkat. Mulai dari kepentingan ekonomi : Asia Tenggara sebagai patner ekspor dan impor, pasar produk dan industri jasa dan investasi.

Amerika Serikat juga tidak punya pilihan lain bahwa jalur Asia Tenggara akan menjadi prioritas utama untuk kelancaran perekonomiannya dan juga merupakan kawasan kunci dalam pergerakan militer Amerika Serikat.

Secara politis Asia Tenggara akan memberikan pengaruh yang besar dalam negara-negara kawasan ini terhadap kampanye Amerika Serikat tersebut akan memiliki arti yang sangat penting bagi Amerika Serikat. Pada akhirnya ada keharusan bagi Amerika Serikat untuk menghadirkan militernya di kawasan ini dalam konteks pengamanan terhadap kepentingan tersebut dan sebagai tanggapan atas ancaman dari kekuatan militer Cina di kawasan Asia Tenggara.[12]

Keterangan Tabel Instrumen : 

1. Ekonomi.

Amerika Serikat dan ASEAN memiliki hubungan ekonomi yang sangat kuat. Tahun lalu, perdagangan antara kedua belah pihak berhasil mencatat nilai sebesar US$ 168 milyar. Secara keseluruhan, ASEAN merupakan mitra dagang keempat terbesar bagi A.S. Hingga kini, perusahaan-perusahaan A.S. telah melakukan investasi senilai hampir 90 milyar dolar A.S. di negara-negara ASEAN. Pada Agustus 2006, Perwakilan Dagang A.S. Susan Schwab dan para mitra setaranya dari negara-negara ASEAN menandatangani Peraturan Kerangka Dagang dan Investasi (Trade and Investment Framework Arrangement / TIFA) A.S.-ASEAN. Peraturan ini membuka jalan terjalinnya dialog reguler dan formal tentang perdagangan dan investasi serta rencana kerja bersama.[13]

Pada 2002, Presiden Bush mengumumkan program Enterprise for ASEAN Initiative (EAI), sebuah upaya untuk lebih memperkuat hubungan perdagangan dan investasi AS dengan ASEAN, baik secara regional maupun bilateral. EAI menawarkan prospek perjanjian perdagangan bebas (free trade agreements/FTAs) dengan para anggota ASEAN yang menjadi anggota WTO dan memiliki kesepakatan bilateral TIFA dengan Amerika Serikat.

Amerika Serikat menggunakan perjanjian ini untuk menyikapi masalah-masalah bilateral dan mengkoordinasikan masalah-masalah regional dan multilateral. Negara-negara anggota ASEAN meliputi Brunei Darussalam, Burma, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam.

Amerika Serikat menyepakati FTA dengan Singapura pada 2003 dan saat ini sedang menegosiasikan FTA dengan Malaysia. Amerika Serikat telah melakukan dialog yang aktif dibawah skema TIFA dengan Brunei, Kamboja, Indonesia, Filipina, Vietnam serta melakukan kembali jalinan dengan pemerintahan Thailand yang baru terpilih.

Indonesia saat ini merupakan mitra dagang Amerika Serikat terbesar ke-29. Nilai perdagangan antara kedua negara mencapai 18,5 milyar dolar AS tahun lalu. Perdagangan dua arah dalam bidang layanan mencapai nilai 1,6 milyar dolar AS pada 2006, berdasarkan statistik terakhir. Kontribusi investasi langsung luar negeri AS di Indonesia adalah 10,6 milyar dolar AS pada 2006, naik 11,6 persen dari tahun 2005.[14]

2. Sosio-Politik.

Pada hari Rabu tanggal 22 Juli 2009, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat, Hillary Clinton menandatangani Perjanjian Persahabatan dan Kerjasama dengan ASEAN. Dengan begitu, posisi Amerika Serikat serupa dengan negara mitra ASEAN lainnya, Cina, Jepang, Australia dan Selandia Baru dalam membahas keamanan kawasan Asia Tenggara.

Hillary Clinton juga mengimbau junta militer Myanmar agar membebaskan tokoh oposisi Aung San Suu Kyi. Ia mengatakan, pembebasan Suu Kyi bisa membuka jalan bagi investasi AS di Myanmar dan terciptanya demokrasi di Myanmar. Clinton juga memuji Myanmar yang mendukung dijatuhkannya sanksi terhadap Korea Utara. Terkait dengan hubungan Myanmar dan Korea Utara, ia mengatakan Amerika Serikat akan terus mengawasi agar tidak terjadi kerjasama yang dapat mendestabilisasi kawasan.

Sementara itu pegiat Hak Azasi Manusia mengatakan bahwa keterlibatan AS dalam ASEAN bisa mendorong junta militer Myanmar untuk menggulirkan proses reformasi, khususnya di bidang politik. Tahun depan Myanmar atau Birma menghadapi pemilihan umum. AS mendesak agar sebelumnya junta Myanmar membebaskan semua tahanan politik, selain itu agar pemilu berjalan secara adil dan terbuka.

Debbie Stothard, juru bicara LSM Hak Azasi Manusia, Alternative ASEAN Network menilai langkah AS secara positif. Ungkapnya, “ASEAN akan menanggapi isu Birma secara lebih serius, hanya karena AS juga hadir di Konferensi ARF. Inilah yang bakal mendorong peserta Forum Regional ASEAN agar lebih pasang telinga dan memperhatikan isu itu, yakni karena AS adalah salah satu mitra utama ASEAN.”

Dan meski ditolak oleh ASEAN, Menlu AS Hillary Clinton tak ragu menyampaikan usul agar keanggotaan Myanmar dibatalkan, apabila junta Myanmar terus melanggar HAM.[15]

3. Militer dan Keamanan.

Dalam politik global Amerika Serikat, terutama dalam beberapa tahun terakhir ini,  AS berusaha untuk memperkuat pengaruhnya di kawsan Asia Pasifik dan Asia Tenggara dengan meningkatkan kehadiran jumlah pasukan militernya.  Dalih yang digunakan sebagai pembenaran kehadiran pasukan militernya adalah untuk memerangi perompakan / bajak laut dan kegiatan terorisme di kawasan Asia Tenggara.

Namun pada perkembangannya, strategi presiden terdahulu, George W.Bush ternyata tidak cukup berhasil, sehingga Amerika merubah strateginya dengan mengontrol situasi di Selat Malaka. Beberapa waktu berselang, di Kuala Lumpur-Malaysia, Kepala Staf Angkatan Laut Amerika Serikat di Samudera Pasifik Admiral Timothy J.Keating mengungkapkan tentang rencana  Amerika untuk mengontrol Selat Malaka dari sebelah utara. Dan untuk mendukung rencana strategis tersebut, Keating sempat mengusulkan agar menggunakan pesawat mata-mata tanpa awak yang bernama Global Hawk.

Bahkan pada tingkatan lebih lanjut, Amerika juga mengajukan beberapa inisiatif mengenai perlunya program pelatihan militer bersama di kawasan seputar Selat Malaka. Agenda tersembunyi Amerika kiranya cukup jelas, bagaimana agar program ini sepenuhnya berada dalam kendali Amerika. Jika kita cermati, program-program pelatihan bersama atau kerjasama militer yang sejenis, memang bisa dimanfaatkan sebagai ajang operasi intelijen Amerika dalam memetakan kekuatan Angkatan Laut Indonesia baik kekuatan dan kapasitas personil maupun peralatan, serta gambaran mengenai lokasi geografis.

Apalagi ketika lokasi geografis yang dimaksud adalah Selat Malaka. Selat Malaka selama ini tidak saja dikenal sebagai Sea Lines of Trade (SLOT) dan Sea Lines of Communication (SLOC), juga dipandang sebagai jalur strategis proyeksi Armada Laut negara-negara maritim besar dalam rangka forward presence dan global engagement ke seluruh dunia.

Kepadatan lalu-lintas alur pelayaran ini ditandai dengan tingginya intensitas perdagangan global Selat Malaka, dan apabila terjadi interdiksi atas perairan ini, maka dampak negatif luar biasa yang akan dirasakan secara global adalah instabilitas perekonomian dunia.

Dalam perspektif lain, yaitu dari sisi kepentingan strategis Amerika dalam menguasai dan mengontrol kawsasan Asia Tenggara secara militer, sejak awal menyadari betul jika Selat Malaka merupakan urat nadi Cina. Maka, dalam konstelasi yang kian menajam persaingan antara Amerika-Cina dalam beberapa tahun ke depan, menguasai Selat Malaka merupakan langkah strategis Amerika menjinakkan Cina di kawasan Asia Tenggara. Itu pula sebabnya gagasan membentuk persekutuan militer di Asia Tenggara yang berada dalam kendali Amerika, nampaknya merupakan agenda strategis Amerika. Namun hingga saat ini, Indonesia dan Malaysia belum ada tanda-tanda menyetujui pakta militer tersebut.

Strategi Amerika mengontrol ASEAN dalam menentukan arah kebijakan dan prioritas pertahanan nampaknya dilakukan secara bertahap. Dan tujuan terakhirnya adalah memiliki kendali penuh terhadap tentara-tentara Negara ASEAN, terutama Malaysia, Filipina dan Thailand.  Dan sasaran utama Amerika dalam pengendalian tentara ASEAN adalah dengan mengontrol dan mempengaruhi  Angkatan Laut.

Salah satu celah yang bisa digunakan Amerika adalah melalui kerjasama pertahanan yang ditandatangani baru-baru ini dalam satu paket dengan perjanjian esktradisi. Melalui kesepakatan bertajuk Defense Coperation Agreement (DCA) dan Military Training Area (MTA), kedua negara menyepakati untuk menyediakan wilayahnya untuk latihan militer.[16]

KESIMPULAN dan Academic Judgment.

Hubungan kerjasama antara Amerika Serikat dan negara-negara ASEAN sudah berlangsung selama lebih dari 3 dasawarsa. Kepentingan AS pun beraneka ragam dan dengan berbagai tujuan yang kompleks. Salah satu tujuan utama dari kepentingan Amerika Serikat saat ini adalah upayanya untuk mengembalikan pengaruh AS di kawasan Asia Tenggara dalam segi ekonomi, politik, maupun strategi, yang beberapa tahun terakhir sempat mengalami penurunan dan ditambah pula dengan munculnya Cina sebagai kekuatan regionalisme baru yang memiliki pengaruh yang sangat besar di Asia Tenggara.

Selain upayanya dalam mengimbangi kekuatan Cina dan mengembalikan pengaruh AS di kawasan Asia Tenggara, AS juga memiliki kepentingan penting mengenai upayanya dalam merekonstruksi hubungan baik dengan dunia Islam yang selama ini sering mengalami konflik kepentingan terlebih pasca kejadian 9/11. Maka dengan pemerintahan yang baru, AS mencoba untuk merangkul negara-negara dengan populasi muslim besar seperti Indonesia sebagai jalan awal bagi perbaikan hubungan AS dengan dunia muslim. Dengan perbaikan hubungan ini, AS mengharapkan akan menemui jalan baik juga dalam upayanya memerangi terorisme global.

Lalu berkaitan dengan demokrasi dan HAM, AS juga berharap peran signifikan dari ASEAN dalam menangani kasus HAM dan demokrasi di Myanmar. Dengan bantuan dan dukungan dari AS, mereka berharap kelak Myanmar akan menjadi negara yang demokratis dan menjunjung tinggi nilai-nilai HAM.

Semua kepentingan AS ini merupakan kepentingan yang diharapkan berguna bagi kedua belah pihak baik AS maupun ASEAN dan kepentingan di bidang ekonomi, politik dan strategi diharapkan mampu membawa kesejahteraan bersama antar pihak-pihak yang berinteraksi dan terlibat dalam setiap kegiatan multilateral ini.


[1] “Hillary Clinton, AS Kembali Perkuat Hubungan Dengan ASEAN http://www.tempointeraktif. com/hg/asia/2009/07/22/brk,20090722-188400,id.html diakses tanggal 18 Oktober 2009 pk.4:26:52pm

[2] Ibid. “Hillary Clinton, AS Kembali Perkuat Hubungan dengan ASEAN”

[3]Perayaan 30 tahun Hubungan Amerika Serikat dengan ASEAN” http://www.ugm.ac.id/ index.php?page=rilis&artikel=898 diakses tanggal 18 Oktober 2009 pk.4:32pm.

[4] Ibid. “Perayaan 30 tahun Hubungan Amerika Serikat dengan ASEAN”.

[5]Memulai Era Baru Diplomasi di Asia – Sambutan oleh Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dengan Sekretaris Jenderal ASEAN Dr. Surin Pitsuwan” http://jakarta.usembassy.gov/bhs/siaran-pers/February09/ASEAN.html diakses tanggal 18 Oktober 2009 pk.4:30pm.

[6] Ibid. “Memulai Era Baru Diplomasi di Asia – Sambutan oleh Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton dengan Sekretaris Jenderal ASEAN Dr. Surin Pitsuwan”

[7] “Asia Tenggara dalam Kepentingan Amerika Serikat” http://dewitri.wordpress.com/2009/ 01/04/asia-tenggara-dalam-kepentingan-amerika-serikat/ diakses tanggal 18 Oktober 2009 pk.4:40pm.

[8] Ibid. “Asia Tenggara dalam Kepentingan Amerika Serikat”.

[9] Ibid. “Asia Tenggara dalam Kepentingan Amerika Serikat”.

[10] Ibid. “Asia Tenggara dalam Kepentingan Amerika Serikat”.

[11] Ibid. “Asia Tenggara dalam Kepentingan Amerika Serikat”.

[12] Ibid. “Asia Tenggara dalam Kepentingan Amerika Serikat”.

[13]AMERIKA SERIKAT DAN ASEAN – Dialog dan Kerjasama Selama Tigapuluh Tahun www.jakarta.usembassy.gov/news/ASEAN-July30-i.pdf – diakses tanggal 19 Oktober 2009 pk.3:57pm  

[14] Schwab Adakan Pertemuan dengan Para Menteri Ekonomi ASEAN dan Pembicaraan Bilateral dengan Indonesia” http://www.usembassyjakarta.org/bhs/siaranpers/April08/SchwabASEAN.html diakses tanggal 19 Oktober 2009 pk.3:48pm.

[15]Politik Baru Amerika Serikat di Asia Tenggara” http://www.dw-world.de/popups/ popup_printcontent/0,,4513590,00.html diakses tanggal 18 Oktober 2009 pk.4:24pm.

[16]Agenda Militer Amerika Selat Malaka dan Agenda Militer Amerika di Asia Tenggara” http://www.theglobal-review.com/content_detail.php?lang=id&id=100&type=3 diakses tanggal 19 Oktober 2009 pk.4:42pm.

Review : Kebijakan Non-Proliferasi Nuklir Post-Cold War Era

Pendahuluan.

Isu-isu yang berkembang pasca berakhirnya Perang Dingin dapat dikategorikan ke dalam 3 kelompok besar isu, yaitu :

•        Human Rights.

•        Democratization.

•        Environment.

Selain itu, digagas pula rancangan Kawasan Bebas Senjata Nuklir di wilayah :

•        Middle East.                                       –   Korean Peninsula.

•        South Asia.                                         –   Balkan & Nordik.

•        Eastern Europe.

1. Latar belakang Kawasan Bebas Senjata Nuklir :

Kontroversi muncul setelah Hitler dianggap memiliki kemampuan untuk mengembangkan senjata nuklir sewaktu PD 2. Tanggal 6 Desember 1941 sebelum serangan Pearl Harbour oleh Jepang, Amerika Serikat secara resmi memulai proyek membuat bom atom yang dinamakan “Manhattan Project”. Pasca PD 2 munculnya Perang Dingin dan persaingan untuk merebut dominasi dan hegemoni di dunia.

Pembentukan Nato dan Pakta Warsawa dalam rangka mewujudkan ambisi menjadi negara adidaya. Dalam kerangka global semua konferansi internasional diarahkan kepada:

•        Mengawasi dan menghapuskan “Atoms For War”.

•        Mempromosikan dan mengupayakan “Atoms For Peace”.

Dalam upaya Non-Proliferasi ini, telah diadakan beberapa perjanjian internasional yang diantaranya adalah :

•        Treaty Banning Nuclear Weapon Tests in the Atmosphere, in outer space and under water (traktat pelarangan uji coba nuklir di atmosfir, di angkasa luar dan dibawah laut) tahun 1963.

•        Treaty on the non – proliferation of nuclear weapon (traktat non proliferasi senjata nuklir) tahun 1970.

•        Treaty on the limitation of underground nuclear weapon tests (traktat pembatasan senjata nuklir di bawah tanah) tahun 1974.

•        Treaty on underground nuclear explosions for peaceful purposes (traktat uji coba nuklir untuk tujuan damai) tahun 1976.

2. Pengertian dan defenisi Kawasan Bebas Senjata Nuklir (KBSN).

Pengertian : kawasan–kawasan di  dunia dimana sebagian besar negara-negara didalamnya ingin membebaskan diri dari senjata-senjata nuklir, tetapi tanpa menyalahi berbagai ketentuan traktat-traktat internasional, khususnya mengenai prinsip kebebasan berlayar, dan pembentukan kawasan tersebut perlu mendapatkan dukungan negara-negara nuklir.

Pengertian lain :

•        A territory within whose bounds international agreement absolutely forbids the development, testing, production, deployment, storage or transportasion of nuclear weapons whereby the nuclear powers guarantee that no nuclear weapons  or threat of such will be used against the countries within the zone.

•        Geographic areas, defined by treaty or agreement, within which the presence of nuclear weapons, their manufacture and testing are banned.

Pengertian lain lagi : “A geographic region in which, by treaty or formal convention, nuclear weapons are permanently banned”.

Dari beberapa defenisi diatas juga termasuk konsep kawasan bebas nuklir / non–proliferation zone kecuali istilah senjata nuklir diganti dengan pengertian yang lebih luas yaitu alat ledak dan aktivitas nuklir.  Demikian pula istilah zona / kawasan denuklirisasi (denuclearization).

Namun isilah kawasan bebas senjata nuklir dinilai lebih realistis dibandingkan dengan kawasan bebas nuklir. Begitu pula perbedaan istilah senjata nuklir (nuclear weapons) dengan alat ledak nuklir (nuclear explosive device) dibedakan pula. Nuclear weapons diartikan : device capable of releasing nuclear energy in un uncontrolled manner and having characteristics appropriate for use for warlike purposes.

Istilah lain nuclear weapons : ”A bomb, missile, warhead or other deliverable ordonance items (as apposed to an experimental device) that explodes as a result of energy released by atomic nuclear by fission,  fusion or both”.

Sedangkan istilah nuclear device adalah : “A nuclear explosive which may be intended for non-military uses such as construction, hence peaceful nuclear explosive, or be too heavy and / or too cumbersome for delivery on military targets and hence useful only for test purposes.

3. Terminologi Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir.

Berdasarkan perjanjian-perjanjian diatas ternyata ada perbedaan atas karakter dan persepsi tentang kawasan namun yang penting adalah perjanjian tersebut melarang :

a. Pemilikan (possesion).

b. Penggelaran (deployment).                   Senjata-senjata nuklir dan alat ledak nuklir dalam suatu

c. Penggunaan (use).                                     kawasan tertentu.

4. Tujuan pembentukan Kawasan Bebas Senjata Nuklir.

•        Untuk menghilangkan proliferasi senjata nuklir yang ada saat ini maupun dimasa yang akan datang.

•        Untuk mengurangi ancaman serangan nuklir terhadap negara-negara dalam kawasan, dan

•        Untuk menghindarkan kontaminasi terhadap lingkungan kawasan akibat materi yang berhubungan dengan nuklir.

•        Meningkatkan keamanan negara-negara di kawasan.

•        Mencegah proliferasi nuklir.

•        Meningkatkan keamanan dunia.

Sedangkan mekanisme non-proliferasi nuklir ini adalah :

1. Cakupan rezim verivikasi KBSN melebihi (go beyond) aplikasi full scope safeguards IAEA (lembaga energi atom internasional).

2. Mekanisme pengawasan regional yang dibentuk bukan hanya memeriksa dan meninjau pelaksanaan  sistem safeguards IAEA, akan tetapi juga melakukan langkah lainnya.

3. Mewajibkan negara-negara pihak antara lain untuk medeklarasikan fasilitas nuklir, menghancurkan semua alat ledak nuklir dan fasilitas uji coba yang dimilikinya atau mengubahnya untuk keperluan sipil.

4. Ketentuan untuk melarang keberadaan senjata nuklir di wilayah teritorial negara pihak akan dapat mencegah penggelaran senjata nuklir oleh negara nuklir.

5. Pembentukan Kawasan Bebas Senjata Nuklir memiliki beberapa manfaat.

•        Merupakan simbol penentangan masyarakat atau negara terhadap senjata nuklir.

•        Merupakan bagian dari upaya non-proliferasi.

•        Meningkatkan keselamatan masyarakat, mengingat salah satu resiko adanya senjata nuklir dimasa damai adalah kemungkinan terjadinya kecelakaan baik human error atau sebab-sebab lainnya.

•        Bergabungnya negara kedalam KBSN untuk meningkatkan keamanan dan mengurangi menjadi sasaran dari senjata nuklir dari negara pemegang senjata nuklir.

•        Kebijaksanaan nasional dan kepentingan nasional negara tersebut.

•        Mendorong negara-negara lain menempuh jalan yang sama dan mendorong terwujudnya perlucutan senjata nuklir.

6. Kelemahan tentang Kawasan Bebas Senjata Nuklir.

Dalam kerangka non-proliferasi terdapat kelemahan-kelemahan (inadequacies) :

•        Meskipun traktat Non-Proliferation  Treaty telah ada keberadaanya dan hampir mencapai universalitasnya, namun rezim non-proliferasi sejauh ini hanya menjaga proliferasi horizontal dan bukan non-proliferasi vertikal.

•        Negara nuklir tetap negara nuklir bahkan India dan Pakistan diakui atau tidak telah menjadi negara nuklir. Mereka ini mengutuk negara nuklir akan tetapi memiliki senjata nuklir dan bahkan terus meningkatkannya.

•        Ketidakmampuan negara-negara kawasan untuk menegakkan pematuhan yang ketat terhadap ketentuan yang ada dalam traktat terhadap negara-negara nuklir, meskipun negara nuklir tersebut telah menandatangani traktat.

•        Kawasan bebas senjata nuklir saat ini memiliki keterbatasan yang “built in” karena bersikap kompromistis terhadap efektivitas yang hendak dicapai melalui rezim ini.

7. Gagasan pembentukan KBSN di kawasan lain.

Pembentukan KBSN di Timur-Tengah :

Timur Tengah merupakan “a region where the most acute tension exists“ hal ini menunjukkan pentingnya pembentukan KBSN karena :

•        Timur Tengah senantiasa diwarnai oleh sejarah yang panjang dan pahit dengan pergolakan politik, konfrontasi bersenjata dan timbulnya konflik militer. Beberapa perjanjian damai diantaranya perjanjian Mesir dan Israel tahun 1979 serta Jordania dan Israel tahun 1994 termasuk “The Oslo Declaration of Peace” ternyata tidak berhasil mewujudkan perdamaian.

•        Timur Tengah bagaikan “a time bomb with an inflated arsenal of state of the art modern high–technology weapons”.

•        Semua negara di Timur Tengah kecuali Israel sekarang telah menjadi pihak pada Non-Proliferation Treaty, sehingga secara hukum telah memutuskan untuk tidak memiliki senjata nuklir dan menempatkan semua instalasi nuklirnya dibawah “full scope safeguards IAEA”.

•        Sekarang ini tidak semua negara di Timur Tengah yang mau mengadakan negosiasi dengan Israel.

•        Hal inilah yang melandasi negara-negara di kawasan ini untuk segera mendesak PBB agar segera membentuk KBSN, maka tahun 1974 Iran yang didukung Mesir meminta Sidang Majelis Umum PBB membentuk suatu kawasan denuklirisasi di Timur Tengah. Dalam usulnya Iran mengajukan 3 prinsip yaitu :

a. States of region should refrain from producing, acqui ring,or possessing nuclear weapons.

b. Nuclear weapons states should refrain from introducing nuclear weapons into the region or using nuclear weapons against any state in the region.

c. An effective international safeguards system,affecting both the nuclear weapons states and the states within the region, should be established.

8. Konsensus pembentukan KBSN di Timur Tengah.

•        Tidak akan ada uji coba alat ledak nuklir dalam bentuk apapun di Timur Tengah.

•        Penegasan kembali akan dukungan terhadap traktat NPT oleh semua negara yang menjadi pihak pada kesepakatan.

•        Peningkatan dan efisiensi sistem safeguards IAEA terhadap program nuklir mereka.

•        Penerimaan Israel atas safeguards terhadap fasilitas nuklir utamanya, suatu perjanjian untuk tidak saling menyerang fasilitas nuklir.

•        Menjamin keamanan yang kuat dari negara-negara nuklir untuk tidak menggunakan senjata nuklir terhadap negara kawasan.

9. Dukungan negara-negara terhadap pembentukan KBSN Timur Tengah.

•        Dukungan Mesir yakni:

a. Semua negara di Timur Tengah harus menyatakan komitmentnya untuk tidak menggunakan, memproduksi, atau memperoleh senjata nuklir dan materi nuklir untuk  keperluan militer, serta menerima rezim full scope safeguards IAEA dengan menempatkan semua fasilitas nuklir yang ada di kawasan di bawah penga wasan organisasi ini.

b. Semua negara di kawasan harus secara bersama  sama menyatakan komitmen mereka untuk mematuhi traktat NPT serta Biological weapon Convention 1972 dan Chemical Weapon Convention 1993.

c. Semua negara dikawasan harus menyatakan komitmennya untuk secara aktif dan jujur membahas isu-isu yang berkaitan dengan segala bentuk sistem penghantar (delivery system) bagi senjata–senjata pemusnah massal.

d. Negara-negara di kawasan harus menyepakati penunjukan badan PBB atau lembaga internasional lainnya yang akan mengatur mengenai masalah verifikasi (verification of compliance) dari perjanjian yang akan dibentuk.

e. Semua negara kawasan harus mendapatkan jaminan nyata bahwa komitmen tersebut akan dipenuhi dan keamanan mereka tidak akan terancam.

10. Pembentukan KBSN di Asia Selatan.

Hubungan India – Pakistan:

•        Hampir sejak tahun 1948 hubungan India dan Pakistan tidak pernah baik dan secara de facto telah berkembang kearah “nuclear stand off ” dan semakin hari semakin kompleks.

•        Kedua negara mempunyai dan memiliki senjata nuklir atau alat ledak nuklir.

•        Kedua negara telah melakukan uji coba nuklir yang dikatakan untuk tujuan damai tahun 1974.

•        Tahun 1974 Pakistan menyampaikan usul pada Sidang MU PBB untuk membentuk KBSN di Asia Selatan melalui Resolusi No 3265 (XXIX) “Declaration and establishment of a nuclear – free zone in South Asia”.

•        India bereaksi terhadap usulan Pakistan dan menolaknya degan argumentasi bahwa pembentukan itu tidak tepat karena tidak merupakan hasil konsultasi dan negosiasi sebelumnya diantara negara-negara yang berkepentingan di kawasan Asia Selatan.

•        India berpendapat bahwa tanpa adanya defenisi yang jelas mengenai aspek geografis dan kebutuhan keamanan bagi kawasan itu, pengajuan denuklirisasi regional semacam itu akan “in appropriate”.

•        India beranggapan bahwa perlucutan senjata nuklir merupakan masalah yang memerlukan pendekatan global dan bukan regional.

Prinsipnya India mendukung pembentukan KBSN dengan catatan sbb :

•        Kondisi kawasan memungkinkan.

•        Gagasan tersebut berasal dari dan disepakati oleh semua negara-negara di kawasan.

•        India mempertanyakan keabsahan (validity) anggapan Asia Selatan sebagai sub-kawasan (sub-region) dari Asia Pasifik.

•        India berpandangan Asia Selatan tidak dapat diperlakukan secara terpisah dan merupakan bagian integral dari kawasan Asia Pasifik.

•        India berpandangan kawasan Asia Selatan dinilai kurang maknanya mengingat kehadiran nuklir di Asia (Cina), dan

•        Dilaksanakannya uji coba nuklir di Pasifik (Perancis) dan kehadiran pangkalan militer asing di Diego Gracia (AS) dan kehadiran kapal-kapal perang nuklir AS, Inggris, Rusia di kawasan.

Semuanya ini menjadikan lingkungan keamanan di kawasan ini semakin kompleks dan rawan dengan demikian India beranggapan tidak memenuhi syarat.

11. Five-Power Nuclear Disarmament Talk.

•        Usulan Pakistan tahun 1991 untuk diadakan pertemuan dengan mediatornya AS, Cina, Rusia. Tentang pembentukan KBSN di kawasan Asia Selatan.

•        India masih belum mau bergabung dan hubungannya dengan Pakistan sering diwarnai ketegangan serta sering beberapakali insiden militer tentang Kashmir.

•        India juga beranggapan bahwa pemecahan regional (regional solution) tidak cukup dalam menghadapi perang nuklir tanpa melihat pula potensi ancaman dari China.

•        Kecuali India negara-negara kawasan regional di Asia Selatan telah mengusulkan adanya pelarangan uji coba nuklir regional.

Terdapat beberapa masalah dalam mewujudkan perdamaian di Asia Selatan yakni :

•        Pakistan memiliki senjata nuklir.

•        Penjualan perlengkapan dan tehnologi senjata nuklir dari China kepada Pakistan.

•        Sikap negara-negara kawasan belum satu karena negara lain ada yang menentang yaitu Bhutan, India, sedangkan Bangladesh, Nepal, Sri Langka dan Maldives mendukung.

*Sumber diambil dari beberapa referensi, baik jurnal, media massa, maupun web.